Rabu, 20 April 2011

Faktor-Faktor Pembentukan Keluarga Sakinah

A. Faktor Utama:
Untuk membentuk keluarga sakinah, dimulai dari pranikah, pernikahan, dan berkeluarga. Dalam berkeluarga ada beberapa hal yang perlu difahami, antara lain :
1. Memahami hak suami terhadap istri dan kewajiban istri terhadap suami
a. Menjadikannya sebagai Qowwam (yang bertanggung jawab)
* Suami merupakan pemimpin yang Allah pilihkan
* Suami wajib ditaati dan dipatuhi dalam setiap keadaan kecuali yang bertentangan dengan syariat Islam.
b. Menjaga kehormatan diri
* Menjaga akhlak dalam pergaulan
* Menjaga izzah suami dalam segala hal
* Tidak memasukkan orang lain ke dalam rumah tanpa seizin suami
c. Berkhidmat kepada suami
* Menyiapkan dan melayani kebutuhan lahir batin suami
* Menyiapkan keberangkatan
* Mengantarkan kepergian
* Suara istri tidak melebihi suara suami
* Istri menghargai dan berterima kasih terhadap perlakuan dan pemberian suami
2. Memahami hak istri terhadap suami dan kewajiban suami terhadap istri
a. Istri berhak mendapat mahar
b. Mendapat perhatian dan pemenuhan kebutuhan lahir batin
* Mendapat nafkah: sandang, pangan, papan
* Mendapat pengajaran Diinul Islam
* Suami memberikan waktu untuk memberikan pelajaran
* Memberi izin atau menyempatkan istrinya untuk belajar kepada seseorang atau lembaga dan mengikuti perkembangan istrinya
* Suami memberi sarana untuk belajar
* Suami mengajak istri untuk menghadiri majlis ta’lim, seminar atau ceramah agama
c. Mendapat perlakuan baik, lembut dan penuh kasih sayang
* Berbicara dan memperlakukan istri dengan penuh kelembutan lebih-lebih ketika haid, hamil dan paska lahir
* Sekali-kali bercanda tanpa berlebihan
* Mendapat kabar perkiraan waktu kepulangan
* Memperhatikan adab kembali ke rumah
B. Faktor Penunjang
1. Realistis dalam kehidupan berkeluarga
* Realistis dalam memilih pasangan
* Realistis dalam menuntut mahar dan pelaksanaan walimahan
* Realistis dan ridho dengan karakter pasangan
* Realistis dalam pemenuhan hak dan kewajiban
2. Realistis dalam pendidikan anak
Penanganan Tarbiyatul Awlad (pendidikan anak) memerlukan satu kata antara ayah dan ibu, sehingga tidak menimbulkan kebingungan pada anak. Dalam memberikan ridho’ah (menyusui) dan hadhonah (pengasuhan) hendaklah diperhatikan muatan:
* Tarbiyyah Ruhiyyah (pendidikan mental)
* Tarbiyah Aqliyyah (pendidikan intelektual)
* Tarbiyah Jasadiyyah (pendidikan Jasmani)
3. Mengenal kondisi nafsiyyah suami istri
4. Menjaga kebersihan dan kerapihan rumah
5. Membina hubungan baik dengan orang-orang terdekat
a. Keluarga besar suami / istri
b. Tetangga
c. Tamu
d. Kerabat dan teman dekat
6. Memiliki keterampilan rumah tangga
7. Memiliki kesadaran kesehatan keluarga
C. Faktor Pemeliharaan
1. Meningkatkan kebersamaan dalam berbagai aktifitas
2. Menghidupkan suasana komunikatif dan dialogis
3. Menghidupkan hal-hal yang dapat merusak kemesraan keluarga baik dalam sikap, penampilan maupun prilaku
Demikianlah sekelumit tentang pernikahan dan pembentukan keluarga sakinah. Semoga Allah memberi kekuatan, kesabaran dan keberkahan kepada kita dalam membentuk keluarga sakinah yang mawaddah wa rahmah sehingga terealisir izzatul islam walmuslimin. Amiin Allahumma Amiin… (sarjoni.wordpress.com)

Jumat, 15 April 2011

Pernikahan Dalam Agama Islam

Berdasarkan perintah nikah dari beberapa ayat-ayat al-Qur’an dan hadits Nabi, para ulama berbeda pendapat dalam nenetapkan hukum nikah. Menurut Jumhur Ulama, nikah itu sunnah dan bisa juga menjadi wajib atau haram. Perkawinan termasuk dalam bidang muamalat, sedang kaidah dasar muamalat adalah ibahah (boleh). Oleh karena itu, asal hukum melakukan perkawinan dilihat dari segi kategori kaidah hukum Islam adalah: Ibahah (boleh), Sunnah (kalau dipandang dari pertumbuhan jasmani, keinginan berumah tangga, kesiapan mental, kesiapan membiayai kehidupan berumah tangga telah benar-benar ada), Wajib (kalau seseorang telah cukup matang untuk berumahtangga, baik dilihat dari segi pertumbuhan jasmani dan rohani, maupun kesiapan mental, kemampuan membiayai kehidupan rumah tangga dan supaya tidak terjerumus dalam lubang perzinahan), Makruh (kalau dilakukan oleh seseorang yang belum siap jasmani, rohani (mental), maupun biaya rumah tangga), Haram (kalau melanggar larangan-larangan atau tidak mampu menghidupu keluarganya.

Dalam agama Islam, syarat perkawinan adalah :
(1) persetujuan kedua belah pihak,
(2) mahar (mas kawin),
(3) tidak boleh melanggar larangan-larangan perkawinan.
Bila syarat perkawinan tak terpenuhi, maka perkawinan tersebut tidak sah atau batal demi hukum.
Sedangkan rukun perkawinan adalah :
(1) calon suami,
(2) calon isteri,
(3) wali,
(4) saksi dan
(5) ijab kabul.

Ringkasan Tata Cara Perkawinan Dalam Islam

Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun, dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Termasuk tata cara perkawinan Islam yang begitu agung nan penuh nuansa. Dan Islam mengajak untuk meninggalkan tradisi-tradisi masa lalu yang penuh dengan upacara-upacara dan adat istiadat yang berkepanjangan dan melelahkan serta bertentangan dengan syariat Islam.

Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan Al-Qur'an dan Sunnah yang Shahih. Dalam kesempatan kali ini redaksi berupaya menyajikannya secara singkat dan seperlunya. Adapun Tata Cara atau Runtutan Perkawinan Dalam Islam adalah sebagai berikut:


I. Khitbah (Peminangan)

Seorang muslim yang akan mengawini seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq 'alaihi). Dalam khitbah disunnahkan melihat wajah yang akan dipinang (HR: [shahih] Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi No. 1093 dan Darimi).

II. Aqad Nikah

Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya Ijab Qabul.
c. Adanya Mahar.
d. Adanya Wali.
e. Adanya Saksi-saksi.

Dan menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan khutbah terlebih dahulu yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat.

III. Walimah

Walimatul 'urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya diundang orang-orang miskin. Rasululloh shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu sejelek-jelek makanan.

Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yang artinya: "Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya". (HR: [shahih] Muslim 4:154 dan Baihaqi 7:262 dari Abu Hurairah).

Sebagai catatan penting hendaknya yang diundang itu orang-orang shalih, baik kaya maupun miskin, karena ada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yang artinya: "Janganlah kamu bergaul melainkan dengan orang-orang mukmin dan jangan makan makananmu melainkan orang-orang yang taqwa". (HR: [shahih] Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim 4:128 dan Ahmad 3:38 dari Abu Sa'id Al-Khudri).
(blog.bukukita.com)

Apa Itu Pernikahan?

Pada dasarnya manusia adalah mahluk “Zoon Politicon” artinya manusia selalu bersama manusia lainnya “”dalam pergaulan hidup dan kemudian bermasyarakat. Hidup bersama dalam masyarakat merupakan suatu gejala yang biasa bagi manusia dan hanya manusia yang memiliki kelainan saja yang ingin hidup mengasingkan diri dari orang lain. Salah satu bentuk hidup bersama yang terkecil adalah keluarga. Keluarga ini terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang terbentuk karena perkawinan.

Perkawinan dalam Islam merupakan fitrah manusia agar seorang muslim dapat memikul amanat tanggung jawabnya yang paling besar di dalam dirinya terhadap orang yang paling berhak mendapat pendidikan dan pemeliharaan. Di samping itu perkwinan memiliki manfaat yang paling besar terhadap kepentingan-kepentingan sosial lainnya. Kepentingan sosial itu adalah memelihara kelangsungan jenis manusia, memelihara keturunan, menjaga keselamatan masyarakat dari segala macam penyakit yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta menjaga ketentraman jiwa.

Selain memiliki faedah yang besar, perkawinan memiliki tujuan yang sangat mulia yaitu membentuk suatu keluarga yang bahagia, kekal abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai dengan rumusan yang terkandung dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 pasal 1 bahwa: “Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang wanita dengan seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Sesuai dengan rumusan itu, perkawinan tidak cukup dengan ikatan lahir atau batin saja tetapi harus kedua-duanya. Dengan adanya ikatan lahir dan batin inilah perkawinan merupakan satu perbuatan hukum di samping perbuatan keagamaan. Sebagai perbuatan hukum karena perbutan itu menimbulkan akibat-akibat hukum baik berupa hak atau kewajiban bagi keduanya. Sedangkan sebagai akibat perbuatan keagamaan karena dalam pelaksanaannya selalu dikaitkan dengan ajaran-ajaran dari masing-masing agama dan kepercayaan yang sejak dahulu sudah memberi aturan-aturan bagaimana perkawinan itu harus dilaksanakan.

Pernikahan adalah bentukan kata benda dari kata dasar nikah; kata itu berasal dari Bahasa Arab yaitu kata nikkah (bahasa Arab: النكاح ) yang berarti perjanjian perkawinan; berikutnya kata itu berasal dari kata lain dalam Bahasa Arab yaitu kata nikah (bahasa Arab: نكاح) yang berarti persetubuhan. 

Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara hukum agama, hukum negara, dan hukum adat. Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi antar bangsa, suku satu dan yang lain pada satu bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu pula.

Kamis, 31 Maret 2011

Cincin Pernikahan Pengikat Cinta

Pernikahan adalah sebuah peristiwa yang mengikat dua hati dalam satu ikatan keabadian, totalitas tubuh dan jiwa bersama-sama bersatu untuk seumur hidup. Pernikahan selalu ditegaskan dengan prosesi pertukaran cincin oleh calon pengantin perempuan dan pengantin pria.
Cincin pernikahan adalah sebuah cincin yang haruslah spesial dan tidak biasa. Cincin pernikahan haruslah mencerminkan individualitas dan gaya hidup dari tiap pasangan. Secara tradisional, pengantin perempuan dan pengantin pria memakai cincin dengan desain dan motif yang sama. Desain dan model cincin pernikahan dalam bentuk berbagai jenis logam mulia yang digunakan untuk membuat cincin tersebut, warna dan desain sekarang telah menggantikan tren tersebut, dimana cincin pernikahan pengantin pria dan pengantin wanita tidaklah harus sama persis.
Penggunaan cincin didalam acara perkawainan ini sudah berlangsung sejak berabad-abad lalu yang merupakan tradisi didalam agama Yunani dan Romawi kuno yang dianggap sebagai simbol cinta kasih antara laki-laki dan perempuan. Cincin ini kemudian diadopsi dan dikembangkan di eropa (barat) dari mulai model hingga bahan pembuatannya.
Jari manis manusia identik dengan cincin perkawinan. Banyak yang bertanya, kenapa cincin perkawinan harus disematkan di jari manis, tidak di jari lain?
Ada mitos yang menyebutkan bahwa ibu jari mewakili orangtua, jari telunjuk mewakili saudara-saudara (adik-kakak), jari kelingking tentang anak-anak, dan jari manis mewakili pasangan hidup.
Setiap orang pasti memimpikan bila menjadikan pernikahan sebagai suatu peristiwa sakral yang pertama dan terakhir, serta mendapatkan pasangan hidup yang setia dan selalu ada di samping, baik dalam masa suka maupun duka. Karena itulah, meski sulit dibuktikan secara logis, jari manis kita sebagai “pelabuhan” cincin pernikahan terasa sulit dipisahkan bila telah disatukan.
Seringkali cincin dijadikan sebuah lambang pernikahan, di mana cincin pernikahan menjadi pengikat dari dua individu yang saling mencintai dan berjanji akan mengarungi kehidupan ini bersama-sama sampai maut memisahkan.
Dan tahukan Anda, terdapat beberapa mitos mengenai cincin pernikahan. Di mana sebuah cincin pernikahan haruslah berbentuk lingkaran, karena lingkaran merupakan simbol ketiadaan awal ataupun akhir, sehingga perkawinan pasti akan berjalan sempurna dan abadi.
Cincin juga harus berukuran pas dijari manis tangan sang pengantin. Cincin yang sempit pertanda bahwa nantinya perkawinan akan dipenuhi kecemburuan atau suasana tidak nyaman. Sedangkan cincin yang terlalu besar, pertanda ikatan perkawinan yang renggang sehingga rawan perceraian. 

Diberdayakan oleh Blogger.